BUDAYA MAPPASILI’ PADA PROSESI PERNIKAHAN ADAT BUGIS MAKASSAR
Indonesia
adalah negara dengan kurang lebih 17.000 pulau di dalamnya. Negara semboyan “Bhineka
Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu jua” yang bermakna
bahwa Indonesia adalah negara yang plural negara yang berbeda-beda tetapi tetap
menanamkan nilai toleransi. Hal ini terbukti, bahwa Indonesia terdiri dari kurang
lebih 17.000 pulau, 38 provinsi yang terbentang dari sabang sampai merauke, bahasa
daerah kita terdapat 652 bahasa dan bahkan Indonesia memiliki 1.340 suku yang
memiliki adat dan istiadatnya masing-masing.
Indonesia
sebagai negara yang kuat akan toleransinya punya banyak sekali adat istiadat
yang di turunkan dari masa nenek moyang. Adat tersebut tersu di lestarikan dan digunakan
hingga saat ini. Salah satu budaya yang masih sangat kental di lestarikan hingga
saat ini adalah budaya dari Bugis-Makassar.
Bugis-Makassar
masih menanamkan nilai budaya yang sangat kental. Salah satu budaya yang sangat
kental itu bisa kita rasakan pada prosesi pernikahan adat Bugis-Makassar.
Pernikahan adat Bugis-Makassar memiliki prosesi pernikahan yang membutuhkan biaya
yang banyak, saking banyaknya, pernikahan adat Bugis-Makassar adalah salah satu
pernikahan termahal di dunia. Pernikahan adat Bugis-Makassar jugamemrlukan
waktu persiapan yang sangat lama karena banyak sekali prosesi adat yang harus
di lalui, salah satunya yaitu Mappasili’.
BUDAYA MAPPASILI’DI PERNIKAHAN ADAT
BUGIS-MAKASSAR
Mappasili’ merupakan salah satu prosesi pernikahan adat
Bugis-Makassar. Mappasili’ merupakan prosesi siraman. Prosesi siraman
ini bertujuan untuk tolak bala dan membersihkan calon mempelai lahir dan batin.
Biasanya air siraman atau Mappasili’ diambil dari 7 mata air dan juga
berisi 7 macam bunga. Selain itu, terdapat juga koin dalam air Mappasili’.
Upacara Mappasili’
biasanya dilaksanakan pasa jam 10.00 WITA (sedang naiknya matahri) dan
dilakukan di depan pintu rumah. Calom mempelai perempuan atau laki-laki memakai
baju biasa dan sarung yang tidak terlalu lusuh (tua), karena baju ini nantinya
akan diserahkan kepada indo’ botting yang melaksanakan cemmé
passili’ ini.
Calon
mempelai duduk di atas kelapa yang masih utuh yang diletakkan di atas sebuah
loyang besar, disamping itu diletakkan sebuah ja’jakang yaitu sebuah
bakul yang berisi:
·
Satu gantang beras
·
Pesse pelleng (lilin)
2 buah
·
Kelapa yang masih utuh
·
Gula merah
·
Pala (sepasang)
·
Kayu manis
·
Sirih segar
·
Pinang beberapa buah
Dalam
upacara Mappassili’ dilakukan kedua lilin atau pesse
pelleng harus dinyalakan. Kemudian disiapkan berbagai macam bahan yang
akan digunakan sebagai ramuan dan dicampurkan ke dalam air dalam gentong yang
terbuat dari tanah liat. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa sumber air yang
akan digunakan biasanya berasal dari beberapa sumur bersejarah dan masih dianggap
punya kelebihan (keramat) dibanding sumber air biasa.
Adapun
bahan-bahan yang akan digunakan adalah:
·
Daun sirih simbol harga diri
·
Daun serikaja simbol
kekayaan
·
Daun waru simbol kesuburan
·
Daun tebu simbol kenikmatan
·
Daun ta’baliang simbol
penangkis bala
·
Bunga cabbéru simbol
keceriaan
·
Daun cangadori simbol
penonjolan
·
Maja alosi atau mayang pinang
Kedelapan
bahan tersebut dimasukkan ke dalam gentong atau loyang terbuat dari tanah liat
sebagai simbol lekat atau saling melengket yang telah dialasi dengan semacam
tikar yang disebut okkong/appereng sebagai simbol jalinan
kebersamaan. Setelah semuanya siap maka dilakukanlah penyiraman pertama yang
dilakukan oleh indo’ botting dengan membaca Basmalah kemudian
dilanjutkan dengan membaca beberapa doa kiranya Allah SWT senantiasa memberikan
berkah –Nya kepada calon mempelai.
Selesai Mappasili’
maka air itu pun dipercikkan ke arah luar pintu rumah dengan maksud agar semua
yang tidak baik keluar pula melalui pintu. Para tamu undangan yang hadir
juga akan berebut koin yang terdapat di dalam air Mappasili’. Koin yang
didapatkan akan diberikan kepada anaknya yang belum menikah. Orang Bugis-Makassar
percaya bahwa jika anak mereka memegang koin tersebut maka anaknya akan mudah
mendapatkan jodoh. Selain itu, saudara dan sepupu dari calon mempelai yang belum
menikah biasanya akan ikut dimandikan setelah calon mempelai selesai. Semua itu
dilakukan agar saudara dan sepupu dari calon mempelai juga menjadi entng jodoh.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP BUDAYA MAPPASILI’
DI PERNIKAHAN ADAT BUGIS-MAKASSAR
Acara Mappasili’
di adat Bugis-Makassar atau biasa di kenal dengan siaraman, adalah salah
satu rangkaian acara yang di adakan oleh masyarakat Bugis-Makassar. Acara Mappasili’
atau siraman merupakan acara adat yang tetap berpegang teguh pada agama Islam.
Nabi Muhammad SAW. pernah melakukan siraman dalam pernikahan Ali dan Fatimah.
Dalam
sebuah hadis, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah melakukan acara
siraman yang tentu saja ada perbedaan tata laksana dengan yang terjadi di pada
acara Mappasili’, namun substansinya sama, yakni:
دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِإِنَاءٍ فِيهِ مَاءٌ، فَقَالَ فِيهِ مَا شَاءَ اللَّهُ
أَنْ يَقُولَ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِ صَدْرَ عَلِيٍّ وَوَجْهَهُ، ثُمَّ دَعَا فَاطِمَةَ
فَقَامَتْ إِلَيْهِ تَعْثُرُ فِي مِرْطِهَا مِنَ الْحَيَاءِ، فَنَضَحَ عَلَيْهَا مِنْ
ذَلِكَ، وَقَالَ لَهَا مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ
“Rasulullah
mengambil wadah yang ada airnya, Nabi berdoa, lalu Nabi usapkan ke dada dan
wajah Ali. Kemudian Nabi memanggil Fatimah, ia berdiri sambil malu, lalu
mengusapkan air kepada Fatimah dan Nabi mendoakannya” (HR
al-Thabrani, hadis sahih).
Dengan
demikian, secara garis besar bisa kita tarik kesimpulan bahwa melakukan tradisi
siraman hukumnya boleh, bahkan sunnah karena Nabi Muhammad SAW. pun pernah
mencontohkannya. Hanya saja perlu diingat bahwa hukum antara satu dengan yang
lainnya tidak bisa dipisahkan.
Biasanya
dalam tradisi siraman ini, mempelai wanita hanya menggunakan kain jarik,
sejenis batik yang hanya menutupi bagian tubuh dari dada hingga kaki. Tentu
saja ada pembukaan aurat disitu, apalagi dilakukan di hadapan umum. Hal ini
tentu saja tidak diperbolehkan dalam syariat.
Karenanya,
akan lebih baik jika prosesi siraman pengantin dilaksanakan dengan tetap
menutup aurat, atau di tempat yang tertutup dan hanya dihadiri oleh kerabat
yang memiliki hubungan mahram.
Indonesia
masih memegang teguh dengan adatb dan budayanya, salah satunya yaitu Bugis-Makassar.
Bugis-Makassar mempunyai budaya yang begitu banyak, akan tetapi di samping
mereka tetap membudayakan adat istiadatnya, mereka tetap meyakini Allah dan
Rasulnya, dibuktikan dengan keyakinan mereka dalam beribadah kepada-Nya. Hal
ini menandakan bahwa Agama Islam dilaksanakan secara utuh di dalam segala
tingkah lakunya, baik yang berhubungan dengan sesama makhluk maupun yang
berhubungan dengan penciptanya.
Nilai-nilai
adat sangat diutamakan tapi bukan berarti melupakan sepenuhnya nilai-nilai
ajaran Islam, walaupun ada bebarapa kegiatan dalam yang sedikit bertentangan
dengan ajaran Islam, akan tetapi bukan
berarti tidak mematuhi nilai-nilai Islam. Dengan demikian kedua sistem hukum
itu saling mempengaruhi antara satu sama lainnya dan mempunyai makna yang cukup
mendalam. Artinya hukum Islam dan hukum adat tidak dapat dipisahkan karena erat
sekali hubungannya.
Komentar
Posting Komentar